Sebagian masyarakat juga sudah mengetahui bahwa dalam koloni setiap jenis rayap, terdapat beberapa kasta individu yang wujudnya berbeda, yaitu:
1. Kasta reproduktif terdiri atas individu-individu seksual yaitu betina (yang abdomennya biasanya sangat membesar) yang tugasnya bertelur dan jantan (raja) yang tugasnya membuahi betina. Raja sebenarnya tak sepenting ratu jika dibandingkan dengan lamanya ia bertugas karena dengan sekali kawin, betina dapat menghasikan ribuan telur; lagipula sperma dapat disimpan oleh betina dalam kantong khusus untuk itu, sehingga mungkin sekali tak diperlukan kopulasi berulang-ulang. Jika koloni rayap masih relatif muda biasanya kasta reproduktif berukuran besar sehingga disebut ratu. Biasanya ratu dan raja adalah individu pertama pendiri koloni, yaitu sepasang laron yang mulai menjalin kehidupan bersama sejak penerbangan alata. Pasangan ini disebut reprodukif primer. Jika mereka mati bukan berarti koloni rayap akan berhenti bertumbuh. Koloni akan membentuk "ratu" atau "raja" baru dari individu lain (biasanya dari kasta pekerja) tetapi ukuran abdomen ratu baru tak akan sangat membesar seperti ratu asli. Ratu dan raja baru ini disebut reproduktif suplementer atau neoten. Jadi, dengan membunuh ratu atau raja kita tak perlu sesumbar bahwa koloni rayap akan punah. Bahkan dengan matinya ratu, diduga dapat terbentuk berpuluh-puluh neoten yang menggantikan tugasnya untuk bertelur. Dengan adanya banyak neoten maka jika terjadi bencana yang mengakibatkan sarang rayap terpecah-pecah, maka setiap pecahan sarang dapat membentuk koloni baru.
2. Kasta prajurit . Kasta ini ditandai dengan bentuk tubuh yang kekar karena penebalan (sklerotisasi) kulitnya agar mampu melawan musuh dalam rangka tugasnya mempertahankan kelangsungan hidup koloninya. Mereka berjalan hilir mudik di antara para pekerja yang sibuk mencari dan mengangkut makanan. Setiap ada gangguan dapat diteruskan melalui "suara" tertentu sehingga prajurit-prajurit bergegas menuju ke sumber gangguan dan berusaha mengatasinya. Jika terowongan kembara diganggu sehingga terbuka tidak jarang kita saksikan pekerja-pekerja diserang oleh semut sedangkan para prajurit sibuk bertempur melawan semut-semut, walaupun mereka umumnya kalah karena semut lebih lincah bergerak dan menyerang. Tapi karena prajurit rayap biasanya dilengkapi dengan mandibel (rahang) yang berbentuk gunting maka sekali mandibel menjepit musuhnya, biasanya gigitan tidak akan terlepas walaupun prajurit rayap akhirnya mati. Mandibel bertipe gunting (yang bentuknya juga bermacam-macam) umum terdapat di antara rayap famili Termitidae, kecuali pada Nasutitermes ukuran mandibelnya tidak mencolok tetapi memiliki nasut (yang berarti hidung, dan penampilannya seperti "tusuk") sebagai alat penyemprot racun bagi musuhnya. Prajurit Cryptotermes memiliki kepala yang berbentuk kepala bulldogtugasnya hanya menyumbat semua lobang dalam sarang yang potensial dapat dimasuki musuh. Semua musuh yang mencapai lobang masuk sulit untuk luput dari gigitan mandibelnya. Pada beberapa jenis rayap dari famili Termitidae seperti Macrotermes, Odontotermes, Microtermes dan Hospitalitermes terdapat prajurit dimorf (dua bentuk) yaitu prajurit besar (p. makro) dan prajurit kecil (p. mikro)
3. Kasta pekerja. Kasta ini membentuk sebagian besar koloni rayap. Tidak kurang dari 80 persen populasi dalam koloni merupakan individu-individu pekerja. Tugasnya melulu hanya bekerja tanpa berhenti hilir mudik di dalam liang-liang kembara dalam rangka mencari makanan dan mengangkutnya ke sarang, membuat terowongan-terowongan, menyuapi dan membersihkan reproduktif dan prajurit, membersihkan telur-telur, dan -- membunuh serta memakan rayap-rayap yang tidak produktif lagi (karena sakit, sudah tua atau juga mungkin karena malas), baik reproduktif, prajurit maupun kasta pekerja sendiri. Dari kenyataan ini maka para pakar rayap sejak abad ke-19 telah mempostulatkan bahwa sebenarnya kasta pekerjalah yang menjadi "raja", yang memerintah dan mengatur semua tatanan dan aturan dalam sarang rayap. Sifat kanibal terutama menonjol pada keadaan yang sulit misalnya kekurangan air dan makanan, sehingga hanya individu yang kuat saja yang dipertahankan. Kanibalisme berfungsi untuk mempertahankan prinsip efisiensi dan konservasi energi, dan berperan dalam pengaturan homeostatika (keseimbangan kehidupan) koloni rayap.
Feromon penanda jejak dan pendeteksi makanan. Telah merupakan suatu diktum bahwa rayap (pekerja dan prajurit) itu buta. Mereka jalan beriiringan atau dapat menemukan obyek makanan bukan karena mereka mampu melihat atau mencium bau melalui "hidung". Kemampuan mendeeksi dimungkinkan karena mereka dapat menerima dan menafsirkan setiap bau yang esensial bagi kehidupannya melalui lobang-lobang tertentu yang terdapat pada rambut-rambut yang tumbuh di antenanya. Bau yang dapat dideteksi rayap berhubungan dengan sifat kimiawi feromonnya sendiri. Feromon adalah hormon yang dikeluarkan dari kelenjar endokrin., tetapi berbeda dengan hormon, feromon menyebar ke luar tubuh dan empengaruhi individu lain yang sejenis. Untuk dapat mendeteksi jalur yang dijelajahinya, individu rayap yang berada didepan mengeluarkan feromon penanda jejak (trail following pheromone) yang keluar dari kelenjar sternum (sternal gland di bagian bawah, belakang abdomen), yang dapat dideteksi oleh rayap yang berada di belakangnya. Sifat kimiawi feromon ini sangat erat hubungannya dengan bau makannannya sehingga rayap mampu mendeteksi obyek makanannya.
Feromon dasar: pengatur perkembangan
Di samping feromon penanda jejak, para pakar etologi (perilaku) rayap juga menganggap bahwa pengaturan koloni berada di bawah kendali feromon dasar (primer pheromones ). Misalnya, terhambatnya pertumbuhan/ embentukan neoten disebabkan oleh adanya semacam feromon dasar yang dikeluarkan oleh ratu, yang berfungsi menghambat diferensiasi kelamin. Segera setelah ratu mati, feromon ini hilang sehingga terbentuk neoten-neoten pengganti ratu. Tetapi kemudian neoten yang telah terbentuk kembali mengeluarkan feromon yang sama sehingga pembentukan neoten yang lebih banyak dapat dihambat. Feromon dasar juga berperan dalam diferensiasi pembentukan kasta pekerja dan kasta prajurit, yang dikeluarkan oleh kasta reproduktif.
Dilihat dari biologinya, koloni rayap sendiri oleh beberapa pakar dianggap sebagai supra-organisma, yaitu koloni itu sendiri dianggap sebagai makhluk hidup, sedangkan individu-individu rayap dalam koloni hanya merupakan bagian-bagian dari anggota badan supra-organisma itu.
Perbandingan banyaknya neoten, prajurit dan pekerja dalan satu koloni biasanya tidak tetap. Koloni yang sedang bertumbuh subur memiliki pekerja yang sangat banyak dengan jumlah prajurit yang tidak banyak (kurang lebih 2 - 4 persen). Koloni yang mengalami banyak gangguan, misalnya karena terdapat banyak semut di sekitarnya akan membentuk lebih banyak prajurit (7 - 10 persen), karena diperlukan untuk mempertahankan sarang.
Trofalaksis: masyarakat rayap yang terintegrasi
Rayap muda yang baru saja ditetaskan dari telur belum memiliki protozoa yang diperlukannya untuk mencernakan selulosa. Demikian pula setiap individu rayap yang baru saja berganti kulit tak memiliki protozoa karena simbion ini telah keluar bersama kulit yang ditanggalkannya (karena kulit usus juga ikut berganti). Individu rayap tersebut diberi "re-infeksi" protozoa oleh para pekerja dengan melalui trofalaksis. Trofalaksis adalah perilaku berkerumun di antara anggota-anggota koloni, dan saling "menjilat" anus dan mulut. Dengan perilaku ini protozoa dapat ditularkan kepada individu-individu yang memerlukannya. Penyebaran feromon dasar juga diduga terlaksana melalui perilaku trofalaksis .
Strategi pengendalian
Dari uraian di muka dapatlah ditarik kesimpulan bahwa untuk menghindar atau meminimumkan kemungkinan terjadinya serangan rayap pada bangunan perlu diperhatikan hal-hal berikut.
1. Hindari adanya bahan-bahan kayu seperti sisa-sisa tunggak pohon di sekitar halaman bangunan, yang potensial untuk menjadi sumber infeksi rayap. Demikian pula adanya pohon-pohon tua yang sebagian jaringan pohon maupun akarnya telah mati merupakan sumber makanan rayap dan dapat menjadi lokasi sarang perkembangan koloni rayap.
2. Hindari kontak antara tanah dengan bagian-bagian kayu dari bangunan. Walaupun cara ini tidak mutlak mampu mencegah serangan rayap karena rayap mampu membuat terowongan kembara di atas tembok, lantai dan dinding untuk mencapai obyek kayu makanannya tetapi bagi bangunan sederhana cara ini dapat memperlambat serangan rayap, dan adanya terowongan-terowongan dapat dideteksi.
3. Pergunakan kayu yang awet (seperti bagian teras kayu jati), atau kayu yang telah diawetkan dengan bahan-bahan pengawet anti rayap. Untuk kayu-kayu yang digunakan di bawah atap jenis-jenis garam pengawet seperti garam Wolman dengan retensi yang cukup telah memadai, sedangkan bagi kayu di luar bangunan diperlukan bahan pengawet larut minyak seperti kreosot .
4. Cara yang paling efektif adalah melindungi bangunan dengan cara membuat "benteng yang kuat terhadap rayap" di bagian fondasi dengan cara menyampur bahan fondasi dengan termitisida atau memperlakukan tanah di bawah dan di sekitar fondasi dengan termitisida yang tahan pencucian (persisten) serta memiliki afinitas dengan tanah.
5. Jika bangunan telah terserang, gunakanlah cara-cara pengendalian yang ramah lingkungan, seperti dengan pengumpanan dan pengendalian koloni dengan menggunakan insektisida penekan pertumbuhan kutikel seperti heksaflumuron dsb.